Oleh: Andi
Berdasarkan data yang disajikan pada Laporan Keuangan Pemerintah Kota (Pemkot) Palangka Raya Tahun Anggaran (TA) 2009 yang telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) pada tahun 2010 (audited financial statement), diketahui bahwa realisasi pendapatan daerah yang berasal dari pajak daerah mencapai Rp10.116.829.715,00, atau sebesar 105,19% dari estimasi pajak daerah yang dianggarkan sebesar Rp9.617.483.000,00. Perolehan pajak daerah melampaui target yang ditetapkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) TA 2009 tersebut merupakan sebuah prestasi yang patut diapresiasi secara positif oleh para pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk warga masyarakat Kota Palangka Raya. Sebagai salah satu wujud apresiasi dan kecintaan pada kota yang berjuluk Kota Cantik ini, selayaknya kita mengajukan sebuah pertanyaan kritis yang membangun, apakah potensi pajak daerah telah digali dan dikelola secara optimal?
Pajak Daerah
Bila merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU 28/2009), maka dapat diketahui perihal definisi pajak daerah. Pada pasal 1 angka 10, dinyatakan bahwa definisi pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini berbeda dengan retribusi daerah yang dibayar oleh pihak wajib retribusi setelah mendapatkan imbalan berupa jasa atau pemberian izin tertentu.