TRANSAPARANSI DAN
AKUNTABILITAS KEUANGAN ORGANISASI MASYARAKAT
Oleh: Andi, S.E.
Beberapa
waktu terakhir ini, media massa di Indonesia gemar mengabarkan berita terkait
organisasi masyarakat yang sering disingkat dengan ormas. Kekerasan,
premanisme, serta tuduhan sebagai tunggangan politik kelompok tertentu, kerap
menjadi informasi yang dominan. Padahal, selain ormas-ormas yang memiliki citra
buruk, banyak pula ormas yang beramal usaha membangun sekolah, perguruan
tinggi, dan rumah sakit. Bahkan sejarah telah mencatat, banyak ormas yang menjadi
mesin-mesin pergerakan nasional, pra dan pasca kemerdekaan Republik kita.
Sebagai
sebuah perserikatan, ormas berdiri atas prakarsa masyarakat dan bekerja untuk
masyarakat. Tidak jarang dalam melaksanakan program-progamnya, ormas menghimpun
dana masyarakat dan juga menerima bantuan dari pemerintah. Oleh sebab itu,
sepatutnya ormas melaporkan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan,
sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas organisasi.
Transparansi dan Akuntabilitas
Transparansi
sering disinonimkan dengan kata ‘keterbukaan’, sedangkan akuntabilitas
cenderung diartikan sebagai ‘pertanggungjawaban’. Pada ruang lingkup keuangan
publik, transparansi dan akuntabilitas merupakan asas pokok yang harus dipenuhi.
Organisasi
yang mengelola kepentingan publik termasuk didalamnya adalah ormas, harus
membuka diri terhadap hak masyarakat umum untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur, dan tidak diskriminatif, setidak-tidaknya terhadap anggota ormas
tersebut. Informasi dapat diakses oleh siapa saja dengan menggunakan mekanisme
tertentu, sehingga tidak pula disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berniat
buruk terhadap organisasi.
Konsekuensi
lain bagi organisasi yang mengelola dana publik ialah bahwa organisasi tersebut
harus dapat mempertanggungjawabkan segala aktivitasnya kepada masyarakat. Mampu
tidaknya sebuah ormas untuk dapat mempertanggungjawabkan sangat mempengaruhi
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap organisasi itu sendiri.
Keuangan Organisasi Masyarakat
Pasal
1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
menjelaskan bahwa Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk
oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas
dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka
mencapai
tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila.
Pembentukan
ormas sejatinya merupakan salah satu wujud penerapan hak warga negara untuk
berserikat dan berkumpul. Hak ini dilindungi dengan jelas pada Undang-Undang
Dasar 1945 tepatnya pada pasal 28. Sebagai salah satu hak yang dilindungi oleh
konstisusi maka hak tersebut wajib dapat ditegakkan di seluruh teritorial
Indonesia. Hanya saja, dalam merealisasikan hak tersebut harus ada aturan main,
sehingga tidak terdapat bias yang dapat memicu konflik.
Rancangan
Undang-Undang (RUU) tentang Organisasi Masyarakat yang disusun oleh Pemerintah
diharapkan semakin mempertegas rule of
the game tersebut. Termasuk, aturan dalam bidang pengelolaan keuangan
organisasi masyarakat yang diatur secara khusus pada BAB XI pasal 33 pada RUU
tersebut. Disebutkan bahwa keuangan organisasi harus dikelola secara transparan
dan bertanggungjawab.
Secara
teoritis, keuangan organisasi masyarakat tidak diklasifikasikan dalam zona keuangan
publik. Mengingat disiplin ilmu ini fokus mempelajari kebijakan keuangan
pemerintah. Namun, fakta bahwa ormas menjalankan beberapa fungsi yang seharusnya
dilakukan pemerintah, seperti penyediaan barang dan jasa publik, maka tidak
dapat dipungkiri bahwa aktivitas ormas juga bagian dari aktivitas keuangan
publik. Selain itu, kenyataan bahwa sebagian ormas juga menerima dana dari
pemerintah berupa bantuan sosial dan hibah, semakin mengukuhkan posisi ormas
dalam keuangan publik.
Dalam
mendorong perbaikan pengelolaan keuangan
publik, penulis berpendapat bahwa setidaknya ada tiga hal ‘sederhana’ yang
dapat dilakukan oleh ormas untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
keuangannya, yaitu pelaporan periodik, kemudahan mengakses (aksesibiltas), dan pemeriksaan
independen. Tiga hal ini sebenarnya dapat kita cuplik dari praktek umum
pengelolaan keuangan. Secara khusus, dapat dirujuk kepada peraturan yang
membicarakan pengelolaan keuangan negara yang juga menjadi bagian dari keuangan
publik. Negara sesungguhnya merupakan contoh nyata sebuah ‘organisasi
masyarakat’ yang memiliki wewenang, sistem, dan struktur yang matang. Tidak
terkecuali dalam hal keuangan. Sehingga cukup relevan bila ormas sebagai bagian
dari zona keuangan publik dapat mengambil contoh dari sistem pengelolaan
keuangan negara tersebut.
Pelaporan
periodik adalah kebutuhan manjemen. Pengurus ormas adalah pengguna pertama atas
pelaporan keuangan organisasi, bukan pihak lain. Oleh karena itu, ketaatan
dalam pelaporan harus didorong dengan memunculkan kesadaran bagi pihak pengurus,
bahwa pelaporan adalah kebutuhan bukan kewajiban. Dengan pelaporan periodik
maka kinerja organisasi (dari sisi keuangan) dapat diketahui dan diukur dengan
indikator-indikator tertentu. Dalam menjaga kualitas pelaporan, maka dibutuhkan
sebuah standar. Oleh karena itu ormas bisa merujuk pada Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba,
ataupun patokan lain yang dapat diterima umum.
Selanjutnya,
laporan tersebut disarakan untuk dipublikasikan ke khalayak ramai. Semakin
mudah masyarakat mengakses, semakin meningkat pula keterbukaan (transparansi)
keuangan ormas. Papan pengumuman, selebaran, maupun media massa dapat menjadi
corong publikasi. Bahkan, kemajuan teknologi dapat mengakselerasi keterbukaan
tersebut, melalui layanan internet. Sehingga dapat dilihat 24 jam sehari dan
dapat dibaca dari tempat mana saja.
Terakhir,
dalam menjaga kualitas laporan sepatutnya ormas melibatkan pihak luar yang
berkompeten dan independen untuk melakukan pengujian atas laporan keuangan
ormas. Pengujian atau pemeriksaan laporan keuangan sering dikenal dengan
istilah audit. Ormas dapat menggunakan jasa profesional seperti kantor akuntan
publik (KAP) untuk memberikan pernyataan atas kewajaran sebuah laporan
keuangan. Dalam hal sebagian dana yang berasal dari pemerintah, baik pusat
maupun daerah, seperti bantuan sosial dan hibah pemerintah, secara otomatis telah
juga menjadi objek pemeriksaan oleh pemeriksa intern dan ekstern pemerintah.
Pernyataan profesional oleh para pemeriksa tersebut dapat menjadi penyokong
mutu dari akuntabilitas ormas. Sehingga, laporan yang disajikan oleh ormas dapat
menjadi sebuah wujud yang mewakili pertanggungjawaban ormas (khususnya
pengurus) dalam menjalankan amanahnya.
Ini adalah pendapat pribadi
penulis, tidak mewakili instansi
Penulis sekarang bekerja sebagai
Auditor BPK RI Perwakilan Kalimantan Tengah
Tulisan ini telah dimuat pada Palangka Post pada rubrik Wacana tgl 1 Juni 2012
Tulisan ini telah dimuat pada Palangka Post pada rubrik Wacana tgl 1 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar