Pages

Rabu, 28 September 2011

OPTIMALISASI PAJAK DAERAH KOTA PALANGKA RAYA

Oleh: Andi
 
Berdasarkan data yang disajikan pada Laporan Keuangan Pemerintah Kota (Pemkot) Palangka Raya Tahun Anggaran (TA) 2009 yang telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) pada tahun 2010 (audited financial statement), diketahui bahwa realisasi pendapatan daerah yang berasal dari pajak daerah mencapai Rp10.116.829.715,00, atau sebesar 105,19% dari estimasi pajak daerah yang dianggarkan sebesar Rp9.617.483.000,00. Perolehan pajak daerah melampaui target yang ditetapkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) TA 2009 tersebut merupakan sebuah prestasi yang patut diapresiasi secara positif oleh para pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk warga masyarakat Kota Palangka Raya. Sebagai salah satu wujud apresiasi dan kecintaan pada kota yang berjuluk Kota Cantik ini, selayaknya kita mengajukan sebuah pertanyaan kritis yang membangun, apakah potensi pajak daerah telah digali dan dikelola secara optimal?

Pajak Daerah
Bila merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU 28/2009), maka dapat diketahui perihal definisi pajak daerah. Pada pasal 1 angka 10, dinyatakan bahwa definisi pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini berbeda dengan retribusi daerah yang dibayar oleh pihak wajib retribusi setelah mendapatkan imbalan berupa jasa atau pemberian izin tertentu.
Masih pada peraturan yang sama dijelaskan di pasal berikutnya, bahwa jenis-jenis pajak daerah di kabupaten/kota terdiri atas: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Kondisi tersebut baru diberlakukan sejak tanggal 01 Januari 2010, seperti yang disebutkan pada pasal 185 UU 28/2009. Sehingga, jika kita bandingkan jenis-jenis pajak yang boleh dipungut pada TA 2009 tidak sama persis pada TA 2010. Semenjak diberlakukannya UU 28/2009 setidaknya ada empat jenis pajak daerah di tingkat kabupaten/kota yang baru dimunculkan, yaitu Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, PBB Perdesaan dan Perkotaan, serta BPHTB.
Perlu diketahui bahwa terhadap pajak yang merupakan pengalihan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah seperti PBB Perdesaan dan Perkotaan serta BPHTB, tidak serta merta harus direalisasikan pada TA 2010, tetapi dapat dilakukan secara bertahap hingga batas waktu yang telah ditentukan. Misalnya saja, PBB Perdesaan dan Perkotaan yang di UU 28/2009 disebutkan pada pasal 182 bahwa tahapan persiapan pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah dalam waktu paling lambat 31 Desember 2013.

PBB serta BPHTB
Sebelum UU 28/2009 disahkan, PBB dan BPHTB merupakan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Republik Indonesia. Bahkan setelah UU 28/2009 tersebut disahkan, PBB dan BPHTB masih dipungut oleh DJP. Namun disaat bersamaan, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri berupaya untuk mengatur tahapan persiapan pengalihan PBB dan BPHTB kepada pihak Pemerintah Daerah. Tahapan persiapan pengalihan PBB paling lambat 31 Desember 2013 seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya, dan 1 Januari 2011 untuk BPHTB (Pasal 182 UU 28/2009).
Hal yang perlu diketahui bahwa PBB yang dialihkan kepada Pemerintah Daerah hanya PBB Perdesaan dan Perkotaan, tidak meliputi kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Untuk PPB atas areal yang dikecualikan tersebut, hingga kini belum dialihkan kepada Pemerintah Daerah.
Berdasarkan kondisi diatas, Pemkot Palangka Raya memperoleh wewenang tambahan sekaligus tanggung jawab atas pengelolaan pendapatan dari PBB Perdesaan dan Perkotaan serta BPHTB. Sehingga Pemkot Palangka Raya memiliki potensi pendapatan pajak yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini mengingat Kota Palangka Raya merupakan salah satu wilayah yang memiliki areal pemukiman yang cukup luas dan padat dibandingkan daerah lain di Kalimantan Tengah. Sebagai ibu kota dari Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya memiliki keuntungan terkait pelimpahan hak pungut pajak tersebut. Berkedudukan sebagai pusat pemerintahan provinsi sekaligus terdapat pemerintahan kota, akan membuat Palangka Raya memiliki objek pajak daerah PBB Perdesaan dan Perkotaan serta BPHTB yang cukup mumpuni.
Terkait perubahan mekanisme atas pengelolan PBB Perdesaan dan Perkotaan serta BPHTB tersebut, juga akan merubah paradigma dan cara kerja Pemkot Palangka Raya terkait pendapatan yang bersumber dari PBB serta BPHTB. Pemkot Palangka Raya yang sebelumnya terbiasa menerima Bagi Hasil PBB dan Bagi Hasil BPHTB yang dikelola Pemerintah Pusat, pada waktunya akan mengelola seluruh aktivitas terkait pajak tersebut secara mandiri. Sehingga, kemandirian dan profesionalitas Pemkot Palangka Raya akan diuji dalam upaya mengelola PBB Perdesaan dan Perkotaan serta BPHTB.

Potensi Pajak Daerah
Seperti pada pertanyaan yang diungkap pada awal paragraf tulisan ini, perlu bagi warga Kota Palangka Raya untuk mengkritisi perihal optimalisasi potensi pajak daerah. Meskipun di satu sisi warga sudah selayaknya mengapresiasi pencapaian pajak daerah Kota Palangka Raya yang telah melampaui target, namun di sisi lain warga Kota Palangka Raya sebagai civil society (komunitas sosial) yang peduli dengan perkembangan kota, juga patut memberikan saran dan ide untuk menggali potensi pendapatan dari pajak daerah. Terlebih pada tahun 2009 telah diundangkannya UU 28/2009 yang memberikan porsi lebih kepada daerah untuk mengembangkan potensi pajak daerah.
Sebut saja potensi pendapatan dari Pajak Sarang Burung Walet. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada satu dasawarsa terakhir, bisnis sarang burung walet tumbuh pesat di seantero Kalimantan Tengah. Tidak terkecuali wilayah Kota Palangka Raya. Perkembangan usaha di bidang tersebut tentunya akan menambah kemampuan ekonomi warga. Dan seyogyanya pertumbuhan tersebut juga berdampak positif pada pendapatan Kota Palangka Raya. Oleh karena itu, Pajak Sarang Burung Walet sudah saatnya menjadi salah satu pos pendongkrak pajak daerah. Apabila peraturan daerah yang mengatur Pajak Sarang Burung Walet telah disahkan, maka tidak ada halangan secara legal formal bagi Pemkot Palangka Raya untuk melakukan pemungutan Pajak Sarang Burung Walet. Sehingga kenikmatan dari bisnis tersebut dapat didistribusikan kepada warga Kota Palangka Raya lainnya, dalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana atau fasilitas publik lainnya, untuk kesejahteraan bersama.
Pajak Reklame yang merupakan pajak ‘jadul’, yang telah ada sejak Undang-Undang 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, juga dapat dioptimalisasi. Dengan melakukan ekstensifikasi (penambahan jumlah wajib pajak daerah) maka potensi pajak daerah dapat bertambah. Bila kita melihat median jalan di Palangka Raya yang seharusnya menjadi jalur hijau, kini sering dipenuhi dengan papan-papan reklame semi permanen. Tongkat atau tiang kayu yang ditancapkan di areal median jalan tersebut menyajikan iklan beraneka ragam, mulai kredit motor hingga jasa pembiayaan, mulai dari refleksi keluarga hingga jasa cuci mobil. Belum lagi reklame yang dipasang sekenanya di pohon-pohon penghijauan kota. Selain memperburuk pemandangan, reklame yang ditempel atau bahkan dipakukan pada batang pohon dapat merusak pertumbuhan flora dalam kota.
Sudah seharusnya Pemkot melakukan penertiban reklame-reklame tersebut. Selain untuk mempertahankan trademark Kota Cantik, penertiban juga selaras dengan ekstensifikasi wajib pajak daerah. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Dengan penertiban reklame di jalur hijau kota, Pemkot dapat memperbesar potensi pajak daerah, dunia usaha dapat beriklan dengan tertib, warga kota dapat menikmati Kota Cantik dalam arti yang sesungguhnya.

Artikel ini adalah pendapat pribadi bukan mewakili pendapat instansi
Tulisan diatas telah dimuat di Palangka Post dalam 2 kali muat yaitu 25 dan 26 Mei 2011
Edisi Kliping dapat didownload disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar