Pages

Jumat, 01 Juni 2012

TRANSAPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN ORGANISASI MASYARAKAT



TRANSAPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN ORGANISASI MASYARAKAT
Oleh: Andi, S.E.

Beberapa waktu terakhir ini, media massa di Indonesia gemar mengabarkan berita terkait organisasi masyarakat yang sering disingkat dengan ormas. Kekerasan, premanisme, serta tuduhan sebagai tunggangan politik kelompok tertentu, kerap menjadi informasi yang dominan. Padahal, selain ormas-ormas yang memiliki citra buruk, banyak pula ormas yang beramal usaha membangun sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit. Bahkan sejarah telah mencatat, banyak ormas yang menjadi mesin-mesin pergerakan nasional, pra dan pasca kemerdekaan Republik kita.

Sebagai sebuah perserikatan, ormas berdiri atas prakarsa masyarakat dan bekerja untuk masyarakat. Tidak jarang dalam melaksanakan program-progamnya, ormas menghimpun dana masyarakat dan juga menerima bantuan dari pemerintah. Oleh sebab itu, sepatutnya ormas melaporkan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan, sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas organisasi.

Transparansi dan Akuntabilitas
Transparansi sering disinonimkan dengan kata ‘keterbukaan’, sedangkan akuntabilitas cenderung diartikan sebagai ‘pertanggungjawaban’. Pada ruang lingkup keuangan publik, transparansi dan akuntabilitas merupakan asas pokok yang harus dipenuhi.

Organisasi yang mengelola kepentingan publik termasuk didalamnya adalah ormas, harus membuka diri terhadap hak masyarakat umum untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif, setidak-tidaknya terhadap anggota ormas tersebut. Informasi dapat diakses oleh siapa saja dengan menggunakan mekanisme tertentu, sehingga tidak pula disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berniat buruk terhadap organisasi.

Konsekuensi lain bagi organisasi yang mengelola dana publik ialah bahwa organisasi tersebut harus dapat mempertanggungjawabkan segala aktivitasnya kepada masyarakat. Mampu tidaknya sebuah ormas untuk dapat mempertanggungjawabkan sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap organisasi itu sendiri.

Keuangan Organisasi Masyarakat
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjelaskan bahwa Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka
mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Pembentukan ormas sejatinya merupakan salah satu wujud penerapan hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul. Hak ini dilindungi dengan jelas pada Undang-Undang Dasar 1945 tepatnya pada pasal 28. Sebagai salah satu hak yang dilindungi oleh konstisusi maka hak tersebut wajib dapat ditegakkan di seluruh teritorial Indonesia. Hanya saja, dalam merealisasikan hak tersebut harus ada aturan main, sehingga tidak terdapat bias yang dapat memicu konflik.

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Organisasi Masyarakat yang disusun oleh Pemerintah diharapkan semakin mempertegas rule of the game tersebut. Termasuk, aturan dalam bidang pengelolaan keuangan organisasi masyarakat yang diatur secara khusus pada BAB XI pasal 33 pada RUU tersebut. Disebutkan bahwa keuangan organisasi harus dikelola secara transparan dan bertanggungjawab.

Secara teoritis, keuangan organisasi masyarakat tidak diklasifikasikan dalam zona keuangan publik. Mengingat disiplin ilmu ini fokus mempelajari kebijakan keuangan pemerintah. Namun, fakta bahwa ormas menjalankan beberapa fungsi yang seharusnya dilakukan pemerintah, seperti penyediaan barang dan jasa publik, maka tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas ormas juga bagian dari aktivitas keuangan publik. Selain itu, kenyataan bahwa sebagian ormas juga menerima dana dari pemerintah berupa bantuan sosial dan hibah, semakin mengukuhkan posisi ormas dalam keuangan publik.

Dalam mendorong  perbaikan pengelolaan keuangan publik, penulis berpendapat bahwa setidaknya ada tiga hal ‘sederhana’ yang dapat dilakukan oleh ormas untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangannya, yaitu pelaporan periodik, kemudahan mengakses (aksesibiltas), dan pemeriksaan independen. Tiga hal ini sebenarnya dapat kita cuplik dari praktek umum pengelolaan keuangan. Secara khusus, dapat dirujuk kepada peraturan yang membicarakan pengelolaan keuangan negara yang juga menjadi bagian dari keuangan publik. Negara sesungguhnya merupakan contoh nyata sebuah ‘organisasi masyarakat’ yang memiliki wewenang, sistem, dan struktur yang matang. Tidak terkecuali dalam hal keuangan. Sehingga cukup relevan bila ormas sebagai bagian dari zona keuangan publik dapat mengambil contoh dari sistem pengelolaan keuangan negara tersebut.

Pelaporan periodik adalah kebutuhan manjemen. Pengurus ormas adalah pengguna pertama atas pelaporan keuangan organisasi, bukan pihak lain. Oleh karena itu, ketaatan dalam pelaporan harus didorong dengan memunculkan kesadaran bagi pihak pengurus, bahwa pelaporan adalah kebutuhan bukan kewajiban. Dengan pelaporan periodik maka kinerja organisasi (dari sisi keuangan) dapat diketahui dan diukur dengan indikator-indikator tertentu. Dalam menjaga kualitas pelaporan, maka dibutuhkan sebuah standar. Oleh karena itu ormas bisa merujuk pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba, ataupun patokan lain yang dapat diterima umum.

Selanjutnya, laporan tersebut disarakan untuk dipublikasikan ke khalayak ramai. Semakin mudah masyarakat mengakses, semakin meningkat pula keterbukaan (transparansi) keuangan ormas. Papan pengumuman, selebaran, maupun media massa dapat menjadi corong publikasi. Bahkan, kemajuan teknologi dapat mengakselerasi keterbukaan tersebut, melalui layanan internet. Sehingga dapat dilihat 24 jam sehari dan dapat dibaca dari tempat mana saja.

Terakhir, dalam menjaga kualitas laporan sepatutnya ormas melibatkan pihak luar yang berkompeten dan independen untuk melakukan pengujian atas laporan keuangan ormas. Pengujian atau pemeriksaan laporan keuangan sering dikenal dengan istilah audit. Ormas dapat menggunakan jasa profesional seperti kantor akuntan publik (KAP) untuk memberikan pernyataan atas kewajaran sebuah laporan keuangan. Dalam hal sebagian dana yang berasal dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, seperti bantuan sosial dan hibah pemerintah, secara otomatis telah juga menjadi objek pemeriksaan oleh pemeriksa intern dan ekstern pemerintah. Pernyataan profesional oleh para pemeriksa tersebut dapat menjadi penyokong mutu dari akuntabilitas ormas. Sehingga, laporan yang disajikan oleh ormas dapat menjadi sebuah wujud yang mewakili pertanggungjawaban ormas (khususnya pengurus) dalam menjalankan amanahnya.

Ini adalah pendapat pribadi penulis, tidak mewakili instansi
Penulis sekarang bekerja sebagai Auditor BPK RI Perwakilan Kalimantan Tengah


Tulisan  ini telah dimuat pada Palangka Post pada rubrik Wacana tgl 1 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar